"Ayooo maju satu persatu!!" Seru Kiyai pada para santri yang masih kecil-kecil dan masih baru..
Satu persatu dari kami pun maju untuk membaca Nazdom Kitab 'imrithi dengan cara bil ghoib (tanpa melihat Kitab).
Kitab “Nadhom Al-Imrithi” ini merupakan matan Kitab Jurumiyyah atau kitab ilmu nahwu yang merupakan bentuk nadhom/natsar/sya’ir, yang dikarang oleh Al-Muallamah Syeikh Syarafuddien Yahyaa Al-Imrithi Rohimahulloh.
Setelah semua selesai, Kiyai kembali mengumumkan nama-nama yang setorannya tadi tidak lancar, satu persatu nama-nama disebutkan oleh Kiyai di depan semua santri yang sedang mengaji.
"Sampuji, Andi, Bidet, Cong kenik, Abdul Hamid, Abdul Ghoni, Mas'udi, Rusli, Dan Sulaiman siantan."
Kemudian santri putri yang di umumkan oleh Kiyai..
"Sufatmi, Maliha, Nur hayati, Lucy, Suhelmi, Ita, Iftah, Zeiniyah, Kartika dan Dehela.
"Besok kalian harus bikin tulisan yang paling bagus, yaitu menulis Al-fatihah dengan tulisan Arab yang benar dan bagus!" tegas Kiyai seraya meninggalkan ruang pengajian.
Semua terdiam tak berbicara karena merasa malu, karena hampir semua dari santri yang dikenakan hukuman karena tidak lancar Hafalan Nazdom kitab 'imrithi, merupakan santri yang masih kecil atau adik kelas dan termasuk santri baru.
Ketika itu di pesantren sedang kemarau panjang hingga menyebabkan semua sumber air kering, bahkan untuk minumpun kita meminum air yang diambil dari kolam (sumur). Kolam itu pun sangat kecil dan hampir kering pula, karena di khususkan menggunakan air kolam itu hanya untuk memasak. Jadi untuk mandi kita harus mencarinya ke arah timur ( kehutan sebelah timur pesantren) berjam-jam baru menemukan air untuk mandi dan wudhu, kebanyakan dari kita memanfaatkan kesempatan itu untuk sekedar rekreasi atau mencari buah cempedak milik Kiyai yang kebetulan sedang musim berbuah.
Kalau dalam pikiran santri setiap yang tumbuh dimuka bumi adalah milik Allah, nah kita kan Mahluk Allah jadi "kulluhum". Apalagi di tanah milik Kiyai.
Begitulah gosib-gosib yg tersebar dikalangan pesantren, akan tetapi itu hanya sekedar candaan saja,jadi tidak boleh ditiru.
Setelah selesai mandi kita semua balik ke pesantren dengan membawa seember air untuk persiapan wudhu.
Sesampainya di ghotakhen (baca: kamar) bukannya segar karena selesai mandi tapi malah semakin bercucuran keringat.
Dan enggan hanya untuk sekedar membaca kitab atau memeriksa tugas-tugas hafalan yang harus di setorkan esok hari.
Waktu pun sudah menunjukkan pukul 14.30, karena waktu sholat Ashar sekitar 30 menit lagi kita pun tidur sejenak melepas lelah, sampai tidak sadar sudah lewat waktu ashar dan sudah waktunya untuk mengaji kitab Al-jurmiyah hingga malamnya pun kita harus mengikuti kegiatan semua yang ada di pesantren hingga selesai sekitar pukul 22.30, namun berbeda dengan santri yang sudah terbilang senior atau kakak kelas yang kegiatan mengajinya terkadang sampai pukul 23.59 malam.
Akan tetapi bagi kita yang masih terbilang santri yang masih belum bisa mengatur waktu dengan disiplin menggunakan waktu selesai mengaji dengan segera menyerbu kantin pesantren, ada juga yang masak, bercanda namun ada juga yang langsung tidur.
"Subuh! Subuh! Subuh!" terdengar suara kak Zulfa dan kak Khofifah yang berusaha untuk membangunkan santri disetiap ghotakhen, semuanya bergegas mencari air, ada yang memang sudah mempersiapkan air di ember dari hari kemarin, ada juga yang harus mencarinya ke Sungai kecil yang ada diluar pesantren.
Setelah sholat subuh kita semua diharuskan tetap berada di Musholla, meski banyak yang menggunakan waktu berharga itu dengan tidur diatas sajadah masing-masing, tetapi tidak sedikit juga yang menggunakan waktu sehabis subuh itu untuk menghafal Al-Qur'an ataupun Nazdom Kitab 'imrithi hingga menjelang pagi yang dilanjut dengan serangkaian kegiatan mengaji Al-Qur'an di dhalem (baca: Rumah) Kiyai.
Tidak semua yang tertib mengikuti kegiatan di pesantren, ada yang berpura-pura sakit dengan memakai koyok/salonpas di kepalanya dan tiduran sambil memakai selimut layaknya orang yang sedang sakit. Cara ini sangat ampuh untuk membuat para kakak senior untuk tidak menyuruh mengaji, namun lambat laun akhirnya ketahuan karena saking maraknya santri yang malas mengaji alih-alih dengan pura-pura sakit.
Dan pagi itu pukul 06.00 tibalah waktu mengaji Al-Qur'an, karena memang masih tergolong masih anak-anak dan santri baru yang masih belum bisa mengatur waktu dengan disiplin. kita seakan-akan lupa dengan tanggung jawab untuk menghafal Nadzom imrithi, semuanya lalai seakan-akan tidak ada apa-apa, Sehingga setelah mengaji Al-Quran yang dipimpin langsung oleh Kiyai, kita baru sadar akan tugas yang harus di selesaikan, akan tetapi sudah tidak banyak waktu lagi untuk kita gunakan menghafal Nazdom 'imrithi.
Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 dan bel pun berbunyi yang menunjukkan waktunya untuk mengaji Kitab 'imrithi.
pada akhirnya kita harus maju dalam perasaan bersalah, dan takut karena tidak hafal sama sekali.
Bukan karna hafalannya sulit ataupun tidak ada waktu untuk menghafal hanya karna kita sendiri yang terlalu lalai, karena kelalaian kita kemarin itulah yang menyebabkan kita lupa untuk menghafal kitab 'imriti untuk di setorkan.
Bersambung
*sedikit cerita dan hanya sekedar utk mengingat masa² indah ketika di pesantren*