Selasa, 27 Oktober 2015

Belajar Menjadi Santri



"Ayooo maju satu persatu!!" Seru Kiyai pada para santri yang masih kecil-kecil dan masih baru..
Satu persatu dari kami pun maju untuk membaca Nazdom Kitab 'imrithi dengan cara bil ghoib (tanpa melihat Kitab).
Kitab “Nadhom Al-Imrithi” ini merupakan matan Kitab Jurumiyyah atau kitab ilmu nahwu yang merupakan bentuk nadhom/natsar/sya’ir, yang dikarang oleh Al-Muallamah Syeikh Syarafuddien Yahyaa Al-Imrithi Rohimahulloh.
Setelah semua selesai, Kiyai kembali mengumumkan nama-nama yang setorannya tadi tidak lancar, satu persatu nama-nama disebutkan oleh Kiyai di depan semua santri yang sedang mengaji.
"Sampuji, Andi, Bidet, Cong kenik, Abdul Hamid, Abdul Ghoni, Mas'udi, Rusli, Dan Sulaiman siantan."
Kemudian santri putri yang di umumkan oleh Kiyai..
"Sufatmi, Maliha, Nur hayati, Lucy, Suhelmi, Ita, Iftah, Zeiniyah, Kartika dan Dehela.
"Besok kalian harus bikin tulisan yang paling bagus, yaitu menulis Al-fatihah dengan tulisan Arab yang benar dan bagus!" tegas Kiyai seraya meninggalkan ruang pengajian.
Semua terdiam tak berbicara karena merasa malu, karena hampir semua dari santri yang dikenakan hukuman karena tidak lancar Hafalan Nazdom kitab 'imrithi, merupakan santri yang masih kecil atau adik kelas dan termasuk santri baru.

Ketika itu di pesantren sedang kemarau panjang hingga menyebabkan semua sumber air kering, bahkan untuk minumpun kita meminum air yang diambil dari kolam (sumur). Kolam itu pun sangat kecil dan hampir kering pula, karena di khususkan menggunakan air kolam itu hanya untuk memasak. Jadi untuk mandi kita harus mencarinya ke arah timur ( kehutan sebelah timur pesantren) berjam-jam baru menemukan air untuk mandi dan wudhu, kebanyakan dari kita memanfaatkan kesempatan itu untuk sekedar rekreasi atau mencari buah cempedak milik  Kiyai yang kebetulan sedang musim berbuah.
Kalau dalam pikiran santri setiap yang tumbuh dimuka bumi adalah milik Allah, nah kita kan Mahluk Allah jadi "kulluhum". Apalagi di tanah milik Kiyai.
Begitulah gosib-gosib yg tersebar dikalangan pesantren, akan tetapi itu hanya sekedar candaan saja,jadi tidak boleh ditiru.

Setelah selesai mandi kita semua balik ke pesantren dengan membawa seember air untuk persiapan wudhu.
Sesampainya di ghotakhen (baca: kamar) bukannya segar karena selesai mandi tapi malah semakin bercucuran keringat.
Dan enggan hanya untuk sekedar membaca kitab atau memeriksa tugas-tugas hafalan yang harus di setorkan esok hari.
Waktu pun sudah menunjukkan pukul 14.30, karena waktu sholat Ashar sekitar 30 menit lagi kita pun tidur sejenak melepas lelah, sampai tidak sadar sudah lewat waktu ashar dan sudah waktunya untuk mengaji kitab Al-jurmiyah hingga malamnya pun kita harus mengikuti kegiatan semua yang ada di pesantren  hingga selesai sekitar pukul 22.30, namun berbeda dengan santri yang sudah terbilang senior atau kakak kelas yang kegiatan mengajinya terkadang sampai pukul 23.59 malam.
Akan tetapi bagi kita yang masih terbilang santri yang masih belum bisa mengatur waktu dengan disiplin menggunakan waktu selesai mengaji dengan segera menyerbu kantin pesantren, ada juga yang masak, bercanda namun ada juga yang langsung tidur.

"Subuh! Subuh! Subuh!" terdengar suara kak Zulfa dan kak Khofifah yang berusaha untuk membangunkan santri disetiap ghotakhen, semuanya bergegas mencari air, ada yang memang sudah mempersiapkan air di ember dari hari kemarin, ada juga yang harus mencarinya ke Sungai kecil yang ada diluar pesantren.
Setelah sholat subuh kita semua diharuskan tetap berada di Musholla, meski banyak yang menggunakan waktu berharga itu dengan tidur diatas sajadah masing-masing, tetapi tidak sedikit juga yang menggunakan waktu sehabis subuh itu untuk menghafal Al-Qur'an ataupun Nazdom Kitab 'imrithi hingga menjelang pagi yang dilanjut dengan serangkaian kegiatan mengaji Al-Qur'an di dhalem (baca: Rumah) Kiyai.

Tidak semua yang tertib mengikuti kegiatan di pesantren, ada yang berpura-pura sakit dengan memakai koyok/salonpas di kepalanya dan tiduran sambil memakai selimut layaknya orang yang sedang sakit. Cara ini sangat ampuh untuk membuat para kakak senior untuk tidak menyuruh mengaji, namun lambat laun akhirnya ketahuan karena saking maraknya santri yang malas mengaji alih-alih dengan pura-pura sakit.


Dan pagi itu pukul 06.00 tibalah waktu mengaji Al-Qur'an, karena memang masih tergolong masih anak-anak dan santri baru yang masih belum bisa mengatur waktu dengan disiplin. kita seakan-akan lupa dengan tanggung jawab untuk menghafal Nadzom imrithi, semuanya lalai seakan-akan tidak ada apa-apa, Sehingga setelah mengaji Al-Quran yang dipimpin langsung oleh Kiyai, kita baru sadar akan tugas yang harus di selesaikan, akan tetapi sudah tidak banyak waktu lagi untuk kita gunakan menghafal Nazdom 'imrithi.

Waktu sudah menunjukkan pukul 09.00 dan bel pun berbunyi yang menunjukkan waktunya untuk mengaji Kitab 'imrithi.
pada akhirnya kita harus maju dalam perasaan bersalah, dan takut karena tidak hafal sama sekali.
Bukan karna hafalannya sulit ataupun tidak ada waktu untuk menghafal hanya karna kita sendiri yang terlalu lalai, karena kelalaian kita kemarin itulah yang menyebabkan kita lupa untuk menghafal kitab 'imriti untuk di setorkan.
Bersambung

*sedikit cerita dan hanya sekedar utk mengingat masa² indah ketika di pesantren* 

Jumat, 09 Oktober 2015

Shalawat Nariyah

Membaca shalawat nariyah adalah salah satu amalan yang disenangi orang-orang NU, di samping amalan-amalan lain semacam itu. Ada shalawat "thibbil qulub", ada shalawat "tunjina", dan masih banyak lagi. Belum lagi bacaan "hizib" dan "rawatib" yang tak terhitung banyaknya. Semua itu mendorong semangat keagamaan dan cinta kepada Rasulullah SAW sekaligus beribadah.

Salah satu hadits yang sangat populer yang membuat rajin kita membaca shalawat ialah bahwa Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat untukku, Allah akan membalasnya 10 kebaikan, diampuni 10 dosanya, dan ditambah 10 derajat baginya. Makanya, bagi orang-orang NU, setiap kegiatan keagamaan bisa disisipi bacaan shalawat dengan segala ragamnya.

Salah satu shalawat yang sangat populer ialah "shalawat badar". Hampir setiap warga NU, dari anak kecil sampai kakek dan nenek, dapat dipastikan bisa melantunkan shalawat Badar. Bahkan saking populernya, orang bukan NU pun ikut hafal karena pagi, siang, malam, acara di mana dan kapan saja shalawat badar selalu dilantunkan bersama-sama.

Nah shalawat yang satu ini, "shalawat Nariyah", tidak kalah populernya di kalangan warga NU. Khususnya bila menghadapi problem hidup yang sulit dipecahkan maka tidak ada jalan lain selain mengembalikan persoalan pelik itu kepada Allah. Dan shalawat Nariyah adalah salah satu jalan mengadu kepada-Nya.

Berikut ini adalah bacaan shalawat nariyah:

أللّهُمَّ صَلِّ صَلَاةً كَامِلَةً وَسَلِّمْ سَلَامًا تَامًّا عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدِ الّذِي تَنْحَلُّ بِهِ الْعُقَدُ وَتَنْفَرِجُ بِهِ الْكُرَبُ وَتُقْضَى بِهِ الْحَوَائِجُ وَتُنَالُ بِهِ الرَّغَائِبُ وَحُسْنُ الْخَوَاتِمِ وَيُسْتَسْقَى الْغَمَامُ بِوَجْهِهِ الْكَرِيْمِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ فِيْ كُلِّ لَمْحَةٍ وَنَفَسٍ بِعَدَدِ كُلِّ مَعْلُوْمٍ لَكَ

Ya Allah, limpahkanlah shalawat yang sempurna dan curahkanlah salam kesejahteraan yang penuh kepada junjungan kami Nabi Muhammad, yang dengan sebab beliau semua kesulitan dapat terpecahkan, semua kesusahan dapat dilenyapkan, semua keperluan dapat terpenuhi, dan semua yang didambakan serta husnul khatimah dapat diraih, dan berkat dirinya yang mulia hujanpun turun, dan semoga terlimpahkan kepada keluarganya serta para sahabatnya, di setiap detik dan hembusan nafas sebanyak bilangan semua yang diketahui oleh Engkau.

Dalam kitab Khozinatul Asror (hlm. 179) dijelaskan, “Salah satu shalawat yang mustajab ialah Shalawat Tafrijiyah Qurthubiyah, yang disebut orang Maroko dengan Shalawat Nariyah karena jika mereka (umat Islam) mengharapkan apa yang dicita-citakan, atau ingin menolak yang tidak disukai mereka berkumpul dalam satu majelis untuk membaca shalawat nariyah ini sebanyak 4444 kali, tercapailah apa yang dikehendaki dengan cepat (bi idznillah).”

“Shalawat ini juga oleh para ahli yang tahu rahasia alam diyakini sebagai kunci gudang yang mumpuni:. .. Dan imam Dainuri memberikan komentarnya: Siapa membaca shalawat ini sehabis shalat (Fardhu) 11 kali digunakan sebagai wiridan maka rizekinya tidak akan putus, di samping mendapatkan pangkat kedudukan dan tingkatan orang kaya.”

Hadits riwayat Ibnu Mundah dari Jabir mengatakan: Rasulullah SAW bersabda: Siapa membaca shalawat kepadaku sehari 100 kali (dalam riwayat lain): Siapa membaca shalawal kepadaku 100 kali maka Allah akan mengijabahi 100 kali hajatnya; 70 hajatnya di akhirat, dan 30 di dunia... Dan hadits Rasulullah yang mengatakan; Perbanyaklah shahawat kepadaku karena dapat memecahkan masalah dan menghilangkan kesedihan. Demikian seperti tertuang dalam kitab an-Nuzhah yang dikutib juga dalam Khozinatul Asror.

Diriwayatkan juga Rasulullah di alam barzakh mendengar bacaan shalawat dan salam dan dia akan menjawabnya sesuai jawaban yang terkait dari salam dan shalawat tadi. Seperti tersebut dalam hadits, beliau bersabda: Hidupku, juga matiku, lebih baik dari kalian. Kalian membicarakan dan juga dibicarakan, amal­amal kalian disampaikan kepadaku, jika saya tahu amal itu baik, aku memujii Allah, tetapi kalau buruk aku mintakan ampun kepada Allah. Hadits riwayat al-Hafizh Ismail al­Qadhi, dalam bab Shalawat ‘ala an-Nary. Imam Haitami menyebutkan dalam kitab Majma' az-Zawaid, ia menganggap shahih hadits di atas.

Hal ini jelas bahwa Rasulullah memintakan ampun umatnya di alam barzakh. Istighfar adalah doa, dan doa untuk umatnya pasti bermanfaat. Ada lagi hadits lain: Rasulullah bersabda: Tidak seorang pun yang memberi salam kepadaku kecuali Allah akan menyampaikan kepada ruhku sehingga aku bisa mennjawab salam itu. (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah. Ada di kitab Imam an-Nawawi, dan sanadnya shahih).

KH Munawir Abdul Fattah
Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta

Kamis, 08 Oktober 2015

Doa Khusus dari Rasulullah untuk Shalat Hajat


Dalam berbagai literatur fiqih dan buku-buku tuntunan shalat banyak ditemukan amalan dan do’a-do’a keseharian. Dari yang bersifat umum hingga do’a istimewa. Diantara do’a yang banyak ragamnya adalah do’a yang disediakan untuk shalat hajat. Akan tetapi kebanyakan penyebutan do’a-do’a itu tidak menyertakan sumber asalnya. Baik yang berasal dari ulama shalihin maupun langsung dari hadits Rasulullah saw.
Oleh karena itu sungguh ada manfaatnya apabila dalam tulisan ini diceritakan sebuah kisah tentang seorang yang tidak sempurna penglihatannya datang kepada Rasulullah saw untuk meminta do’a kesembuhan. Akan tetapi Rasulullah saw malah memerintahkannya untuk mendirikan shalat hajat lalu berdo’a yaitu:

اللهم انى اسألك واتوجه اليك بمحمد نبي الرحمة يا محمد انى قد توجهت بك الى ربى فى حاجتى هذه لتقضى. اللهم فشفعه في

Allahumma ini as’aluka wa atawajjahu ilaika bi muhammadin nabiyyir rahmah, ya Muhammadu inni qad tawajjahtu bika ila Rabbi fi hajati hazdihi litaqdhi. Allahumma fa syaffi’hu fiyya.

Artinya:

Ya allah Sesungguhnya aku bermohon kepada Engkau, dan aku menghadap kepada engkau dengan Muhammad Nabiyyir Rahmah, Wahai Muhammad sesungguhnya aku menghadap Tuhanku bersamamu dalam memohonkan hajatku ini agar dikabulkan. Ya Allah perkenankanlah dia (Muhammad saw) memberikan syafaatnya kepadaku.

Adapun keterangan lengkapnya sebagaimana ditahrijkan oleh At-Tiridzi dan Ibnu Majah hadits riwayat Utsman bin Hunaif.

إن رجلا ضرير البصري اتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال ادع الله لي انيعافينى فقال ان شئت اخرت لك فهو خير وان شئت دعوت فقال ادعه فامره ان يتوضأ فيحسن وضوءه ويصلى ركعتين ويدعو بهذا الدعاء : اللهم انى اسألك واتوجه اليك بمحمد نبي الرحمة يا محمد انى قد توجهت بك الى ربى فى حاجتى هذه لتقضى. اللهم فشفعه في

Bahwasannya ada seorang laki-laki yang penglihatannya rusak datang kepada Rasulullah saw sambil berkata “do’akanlah kepada Allah untukku, agar disembuhkan-Nya aku ini”. Rasulullah saw balik menjawab “kalau kamu mau, aku dapat menundanya untukmu dan itu lebih baik, atau kalau kamu mau aku akan mendo’akan” maka orang itupun memohon “doakanlah untukku!” . Kemudian Rasulullah saw menyuruhnya berwudhu, maka wudhulah orang tersebut dengan baik dan shalat dua raka’at dan berdo’a dengan do’a ini “Allahumma ini as’aluka wa atawajjahu ilaika bi muhammadin nabiyyir rahmah, ya Muhammadu inni qad tawajjahtu bika ila Rabbi fi hajati hazdihi litaqdhi. Allahumma fa syaffi’hu fiyya”.

Demikianlah Rasulullah saw menganjurkan dan membolehkan seseorang bertawassul menggunakan nama beliau sebagai seorang Nabi dan Rasul, meskipun dalam shalat hajat.