Senin, 10 April 2017

Tujuh Tahun Penantian, Inilah Pesta yang Harus dirayakan


Untukmu, seseorang yang yang pernah ku panggil sayang..


Hai, bagaimana kabarmu? ku yakin pasti kamu baik-baik saja..
Maaf aku tak bermaksud mengusik kehidupan barumu, mungkin aku hanya ingin menyalurkan hobiku di detik terakhir sebelum hatiku benar-benar menghapusmu.

Oia ku dengar kemarin kau melangsungkan akad nikah dengan wanita pilihanmu, selamat ya! Aku turut bahagia, ku sematkan doa terbaik mungkin untuk terakhir kalinya ku ucap dengan lirih menyebutkan namamu di hadapan Tuhan.


Orang bilang, perpisahan adalah awal sebuah perjalanan hidup yang lebih baik, lebih indah. Keindahan hidup seperti apakah yang mereka bayangkan? Bagaimana hidup bisa lebih indah padahal hal terbaik yang pernah ada di hidupku adalah dirimu?

Tapi itu dulu, sebelum Tuhan menunjukkan dan mengabulkan semua pintaku. tidak berguna juga aku simpan semua bingkaian kelam yang menyelip di antara ritme dan citraannya itu.

Kau tahu apa yang sedang terjadi di sini? Jujur, aku masih berusaha untuk melupakan semua bingkaian yang isinya adalah cerita, kenangan, harapan dan janji-janjimu yang sudah kita rajut bersama selama 7 tahun yang terpisah oleh jarak dan ruang.

Mungkin aku salah satu perempuan di belahan tata surya ini yang tidak mudah percaya dengan ucapan manis seorang lelaki yang sedang dimabuk asmara, tapi tidak denganmu, bodohnya aku yang menganggap semua ucapanmu adalah keyakinan dan kepercayaan, tapi kau tak perlu khawatir, aku bukan tak bisa melupakanmu, ataupun untuk menyakiti siapapun, aku hanya ingin memastikan menggugurkan semuanya itu.

Aku berusaha memahami bahwa kenyataan seringkali berpihak pada apa yang kita takutkan, bukan apa yang kita hindari. Perjumpaan yang telah dipersiapkan dengan baik kadangkala menghadapi kenyataan yang kejam dan sulit diterka. Ia bernama perpisahan dan kita menuduhnya sebagai pengacau rencana.

Kita pernah melalui kerasnya mempertahankan sebuah perasaan yang kita jaga bersama, aku pernah beberapa kali menolak mereka yang menawarkan kehidupan, aku lebih memilih mempertahan janjimu untuk hidup bersama, dan aku bertahan menunggumu.

Dan aku selalu berusaha meyakinkan kedua orang tuaku bahwa kamu pantas untuk di perjuangkan hingga akhir hayatnya pun aku masih sempat meminta restu kepada mereka, lagi-lagi hanya untuk sebuah perasaan yang kita jaga.

Aku menerima begitu banyak kelebihan dan kekuranganmu, hingga detik akhir kau memutuskanku, kau tetap orang yang baik dimataku.

Kamu ingat ketika menceritakan bahwa ibumu selalu bercerita tentang seorang perempuan yang indah suaranya dan perempuan itu adalah aku?

Kau pernah bilang, jika kau tak bisa hidup denganku, kau akan pergi jauh dari kotamu, dan menjadi orang gila yang melanglang dijalanan, aku berharap semoga itu tidak pernah terjadi hari ini.

Aku masih mengingat ketika malam kau datang dari jauh hanya untuk menemuiku, kau rela menungguku di tengah derasnya hujan badai hingga mentari terbit.

Pernah ada jalan yang lebih sulit dari itu, Pernah ada bebatuan yang menghantam lebih keras, pernah ada duka yang tak kunjung reda dari semua itu.

Satu hal yang ku pegang teguh dari sekian janjimu, "aku akan menikahinya setelah aku selesai kuliahku" itu yang kau ucapkan di depan kakakku, aku membantumu ketika kau kebingungan dengan persyaratan/biaya yang harus kamu penuhi demi selesainya studimu, dan aku masih menunggumu..

Kita pernah menikmati suara kicauan burung-burung yang riuh memeriahkan suasana alun-alun bandung, menikmati semangkok sop buah yang disajikan dengan dinginnya es dan susu.

Sepanjang kegelapan dan gemerlap indahnya sungai Kapuas yang kita habiskan bersama dengan alunan music anak jalanan yang sesekali membuat kita terusik, tertawa bersama.
Kau tau bagaimana perasaanku ketika itu? Aku begitu bahagia.

Ah! itu hanya setitik saja yang mungkin tidak bisa aku tuliskan dengan sempurna semuanya dalam tulisan ini.
Tak ada yang lebih menyesakkan selain dari kesetiaan yang dibalas penghianatan.

Tapi ini bukan negeri dongeng, atau novel yang ku gemari dimana kisah mereka akan berakhir bahagia bersama, dan ini ku sebut bukanlah sebuah penghianatan.
Tapi inilah jawaban dari sebuah penantianku..

Mungkin apa yang kita perjuangkan dan anggap benar adalah hal yang percuma. Kita berharap berjumpa dengan sesuatu yang sesuai kehendak dalam rencana yang pernah kita semai bersama. Kita busaha dan terus berjuang. Tanpa menyadari bahwa perjuangan sejatinya tidak tumbuh untuk memenangkan apapun. Selalu ada yang selesai sebelum berakhir.

Seringkali aku meminta kepastian kepada Tuhan, dan Dia mengabulkan, hingga akhirnya aku menemukan penjelasan perihal kenyataan bahwa satu-satunya hal yang tangan kita sanggup genggam hanyalah sebuah takdir.

Hidup ini memang seringkali memaksa kita untuk memilih, dan benar, hidup itu adalah pilihan. Akan ku ukir bait kata-kata sendumu menjadi kalimat-kalimat yang harus mengakhiri kisah hatiku.

Aku tidak bermaksud untuk mengenangnya hingga menyentuh inti jantungmu untuk membawamu kembali bersama menyelami ingatan kau dan aku, sungguh itu tak akan aku lakukan.

Hari ketika kamu memutuskan untuk berpisah, aku berkali-kali meyakinkan diri bahwa aku tidak sedang melakukan kesahalan untuk disesali di kemudian hari.

Itu beberapa bulan yang lalu. Saat ini, saat menulis catatan ini, aku tahu bahwa ternyata yang telah kita putuskan waktu itu adalah sebenar-benarnya tindakan. Kau berbahagia meninggalkanku dan menikah dengan perempuan lain, aku juga jauh lebih berbahagia dengan kebebasan hati, studi masterku, dan  dunia yang ku tekuni hari ini.

Kita perlu bersyukur karena telah memutuskan untuk tidak bersama.

Terimakasih banyak atas kebahagiaan cinta selama 7 tahun, selamat berbahagia dengan perempuan pilihanmu.

Dan untuk perempuanmu, semoga kau berhasil membahagiakannya.