Untukmu, seseorang yang yang pernah
ku panggil sayang..
Hai, bagaimana kabarmu? ku yakin
pasti kamu baik-baik saja..
Maaf aku tak bermaksud mengusik
kehidupan barumu, mungkin aku hanya ingin menyalurkan hobiku di detik terakhir
sebelum hatiku benar-benar menghapusmu.
Oia ku dengar kemarin kau
melangsungkan akad nikah dengan wanita pilihanmu, selamat ya! Aku turut bahagia,
ku sematkan doa terbaik mungkin untuk terakhir kalinya ku ucap dengan lirih
menyebutkan namamu di hadapan Tuhan.
Orang bilang, perpisahan adalah awal
sebuah perjalanan hidup yang lebih baik, lebih indah. Keindahan hidup seperti
apakah yang mereka bayangkan? Bagaimana hidup bisa lebih indah padahal hal
terbaik yang pernah ada di hidupku adalah dirimu?
Tapi itu dulu, sebelum Tuhan
menunjukkan dan mengabulkan semua pintaku. tidak berguna juga aku simpan semua
bingkaian kelam yang menyelip di antara ritme dan citraannya itu.
Kau tahu apa yang sedang terjadi di
sini? Jujur, aku masih berusaha untuk melupakan semua bingkaian yang isinya
adalah cerita, kenangan, harapan dan janji-janjimu yang sudah kita rajut
bersama selama 7 tahun yang terpisah oleh jarak dan ruang.
Mungkin aku salah satu perempuan di
belahan tata surya ini yang tidak mudah percaya dengan ucapan manis seorang
lelaki yang sedang dimabuk asmara, tapi tidak denganmu, bodohnya aku yang
menganggap semua ucapanmu adalah keyakinan dan kepercayaan, tapi kau tak perlu
khawatir, aku bukan tak bisa melupakanmu, ataupun untuk menyakiti siapapun, aku
hanya ingin memastikan menggugurkan semuanya itu.
Aku berusaha memahami bahwa
kenyataan seringkali berpihak pada apa yang kita takutkan, bukan apa yang kita
hindari. Perjumpaan yang telah dipersiapkan dengan baik kadangkala menghadapi
kenyataan yang kejam dan sulit diterka. Ia bernama perpisahan dan kita
menuduhnya sebagai pengacau rencana.
Kita pernah melalui kerasnya
mempertahankan sebuah perasaan yang kita jaga bersama, aku pernah beberapa kali
menolak mereka yang menawarkan kehidupan, aku lebih memilih mempertahan janjimu
untuk hidup bersama, dan aku bertahan menunggumu.
Dan aku selalu berusaha meyakinkan
kedua orang tuaku bahwa kamu pantas untuk di perjuangkan hingga akhir hayatnya
pun aku masih sempat meminta restu kepada mereka, lagi-lagi hanya untuk sebuah
perasaan yang kita jaga.
Aku menerima begitu banyak kelebihan
dan kekuranganmu, hingga detik akhir kau memutuskanku, kau tetap orang yang baik
dimataku.
Kamu ingat ketika menceritakan bahwa
ibumu selalu bercerita tentang seorang perempuan yang indah suaranya dan
perempuan itu adalah aku?
Kau pernah bilang, jika kau tak bisa
hidup denganku, kau akan pergi jauh dari kotamu, dan menjadi orang gila yang
melanglang dijalanan, aku berharap semoga itu tidak pernah terjadi hari ini.
Aku masih mengingat ketika malam kau
datang dari jauh hanya untuk menemuiku, kau rela menungguku di tengah derasnya
hujan badai hingga mentari terbit.
Pernah ada jalan yang lebih sulit
dari itu, Pernah ada bebatuan yang menghantam lebih keras, pernah ada duka yang
tak kunjung reda dari semua itu.
Satu hal yang ku pegang teguh dari
sekian janjimu, "aku akan menikahinya setelah aku selesai kuliahku"
itu yang kau ucapkan di depan kakakku, aku membantumu ketika kau kebingungan
dengan persyaratan/biaya yang harus kamu penuhi demi selesainya studimu, dan
aku masih menunggumu..
Kita pernah menikmati suara kicauan
burung-burung yang riuh memeriahkan suasana alun-alun bandung, menikmati
semangkok sop buah yang disajikan dengan dinginnya es dan susu.
Sepanjang kegelapan dan gemerlap
indahnya sungai Kapuas yang kita habiskan bersama dengan alunan music anak
jalanan yang sesekali membuat kita terusik, tertawa bersama.
Kau tau bagaimana perasaanku ketika
itu? Aku begitu bahagia.
Ah! itu hanya setitik saja yang
mungkin tidak bisa aku tuliskan dengan sempurna semuanya dalam tulisan ini.
Tak ada yang lebih menyesakkan
selain dari kesetiaan yang dibalas penghianatan.
Tapi ini bukan negeri dongeng, atau
novel yang ku gemari dimana kisah mereka akan berakhir bahagia bersama, dan ini
ku sebut bukanlah sebuah penghianatan.
Tapi inilah jawaban dari sebuah
penantianku..
Mungkin apa yang kita perjuangkan
dan anggap benar adalah hal yang percuma. Kita berharap berjumpa dengan sesuatu
yang sesuai kehendak dalam rencana yang pernah kita semai bersama. Kita busaha
dan terus berjuang. Tanpa menyadari bahwa perjuangan sejatinya tidak tumbuh
untuk memenangkan apapun. Selalu ada yang selesai sebelum berakhir.
Seringkali aku meminta kepastian
kepada Tuhan, dan Dia mengabulkan, hingga akhirnya aku menemukan penjelasan
perihal kenyataan bahwa satu-satunya hal yang tangan kita sanggup genggam
hanyalah sebuah takdir.
Hidup ini memang seringkali memaksa
kita untuk memilih, dan benar, hidup itu adalah pilihan. Akan ku ukir bait
kata-kata sendumu menjadi kalimat-kalimat yang harus mengakhiri kisah hatiku.
Aku tidak bermaksud untuk
mengenangnya hingga menyentuh inti jantungmu untuk membawamu kembali bersama
menyelami ingatan kau dan aku, sungguh itu tak akan aku lakukan.
Hari ketika kamu memutuskan untuk berpisah,
aku berkali-kali meyakinkan diri bahwa aku tidak sedang melakukan kesahalan
untuk disesali di kemudian hari.
Itu beberapa bulan yang lalu. Saat
ini, saat menulis catatan ini, aku tahu bahwa ternyata yang telah kita putuskan
waktu itu adalah sebenar-benarnya tindakan. Kau berbahagia meninggalkanku dan
menikah dengan perempuan lain, aku juga jauh lebih berbahagia dengan kebebasan
hati, studi masterku, dan dunia yang ku
tekuni hari ini.
Kita perlu bersyukur karena telah
memutuskan untuk tidak bersama.
Terimakasih banyak atas kebahagiaan
cinta selama 7 tahun, selamat berbahagia dengan perempuan pilihanmu.
Dan untuk perempuanmu, semoga kau
berhasil membahagiakannya.
0 komentar:
Posting Komentar